Belajar secara kontekstual diharapkan mampu memberi pengalaman berkesan bagi siswa. Untuk itu proses pembelajaran tidak hanya menyertakan otak atau kemampuan kognitif, tetapi tangan, kaki, mata, dan indera lain juga terlibat secara aktif sehingga kebermaknaan pengalaman belajar betul-betul dirasakan siswa. Wina Sanjaya (2008) mendefinisikan pengalaman belajar (learning experiences) sebagai sejumlah aktivitas siswa yang dilakukan untuk memperoleh informasi dan kompetensi baru sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Ada delapan tipe pengalaman belajar yang digagas oleh Gagne (1991), yaitu:
- a. Belajar signal, yaitu belajar melalui isyarat atau tanda.
- b. Belajar mereaksi perangsang melalui penguatan, yaitu pengalaman belajar yang terarah.
- c. Pengalaman belajar yang membentuk rangkaian (chaining), yaitu belajar merangkai atau menghubungkan gejala atau faktor sehingga menjadi satu kesatuan rangkaian yang utuh.
- d. Belajar asosiasi verbal, yaitu pengalaman belajar dengan kata-kata manakala menerima perangsang.
- e. Belajar membedakan atau deskriminasi, yakni pengalaman belajar mengenal sesuatu karena ciri-ciri yang memiliki kekhasan tertentu.
- f. Belajar konsep, yaitu pengalaman belajar dengan menentukan ciri atau atribut dari objek yang dipelajarinya sehingga objek tersebut ditempatkan dalam klasifikasi tertentu.
- g. Belajar aturan atau hukum, yaitu pengalaman belajar dengan menghubungkan konsep-konsep.
- h. Belajar problem solving, yaitu pengalaman belajar untuk memecahkan sesuatu persoalan melalui penggabungan beberapa kaidah atau aturan.
Pengalaman belajar menurut Jean Piaget berlangsung dalam diri individu melalui proses konstruksi pengetahuan. Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari orang lain seperti gurunya, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu melalui aktivitas belajar yang melibatkan individu secara utuh melalui pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning).